HANTU TELEPON .
Ira sudah terkantur-kantuk menunggu telepon dari
pacarnya. Namun hingga pukul 11 malam, Hendro nggak juga menelpon. Padahal
biasanya, sejak magrib sampai jam segini Hendro bisa 2-3 kali menelpon. Sempat
ada keinginan untuk menelpon laki-laki yang bekerja sebagai sopir travel itu.
Namun Ira mengurungkan niatnya. Ada
tembok penyekat yang menghalangi niatnya itu.
Akhirnya telepon genggam Ira berdering. Saat itu jam di HP menunjukkan pukul 12 kurang dikit. Di layar HP tertulis nama Cay (panggilan sayang Ira pada Hendro). Ira pun mengangkat HP dan….
“Selamat malam sayang…”
Ira terlonjak. Itu bukan suara Hendro. Ia hafal benar suara kekasihnya.
“Si..siapa ini?” tanya Ira.
“Lihatlah layar Hp kamu…”
Reflek Ira melihat layar Hp dan spontan memekik histeris. Di layar Hpnya muncul gambar mirip Hendro namun dahinya mengeluarkan darah kental, biji matanya keluar sementara hidungnya hilang, tinggal lubang menganga yang terus mengeluarkan nanah. Padahal jika sedang berdua, Ira paling suka memencet-mencet hidung itu. BERSAMBUNG... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
Akhirnya telepon genggam Ira berdering. Saat itu jam di HP menunjukkan pukul 12 kurang dikit. Di layar HP tertulis nama Cay (panggilan sayang Ira pada Hendro). Ira pun mengangkat HP dan….
“Selamat malam sayang…”
Ira terlonjak. Itu bukan suara Hendro. Ia hafal benar suara kekasihnya.
“Si..siapa ini?” tanya Ira.
“Lihatlah layar Hp kamu…”
Reflek Ira melihat layar Hp dan spontan memekik histeris. Di layar Hpnya muncul gambar mirip Hendro namun dahinya mengeluarkan darah kental, biji matanya keluar sementara hidungnya hilang, tinggal lubang menganga yang terus mengeluarkan nanah. Padahal jika sedang berdua, Ira paling suka memencet-mencet hidung itu. BERSAMBUNG...
HANTU TELEPON (II)
Ira akhirnya pingsan. Namun tidak ada satupun
orang yang mengetahuinya. Maklum, Ira tinggal di mes pabrik dan malam itu
kawan-kawannya sedang kerja shift malam. Ira baru siuman ketika hari sudah
siang dan pintu kamarnya ada yang menggedor-gedor. Terlebih ketika ada yang
menyiram air dari kaca jendela.
“Katanya semalam-kamu mekik-mekik sendiri. Tukang sate yang kebetulan lewat mendengar ada suara orang memekik-mekik tapi tidak berani mendekat. Tadi pun pintunya sudah kami gedor-gedor puluhan kali tetapi kamu tetap tidak bangun, makanya kami siram air,” ujarIca
memberi alasan mengapa sahabatnya itu sampai disiram air.
Ira langsung ingat kejadian semalam. Ia kemudian mencari Hpnya dan menemukannya di lantai, agak jauh dari tempat tidur. Rupanya semalam ia sempat melemparkan Hp itu. Dengan bulu kuduk merinding, Ira membalik Hp itu dan melihat layarnya. Aneh, gambar seram semalam sudah tidak ada. Kini di layar HP hanya ada gambar dirinya yang tengah memeluk Hendro.
“Ada apa Ira?”
Ira menggeleng. Namun setelah didesak, Ira akhirnya menceritakan kejadian semalam.
“Coba sekarang kamu telepon Hendro…” saranTara .
“Aku tidak berani,” jawab Ira lemah.
“Kenapa?Ada
apa sebenarnya? Kamu selalu menyembunyikan soal hubunganmu dengan Hendro. Ada apa sebenarnya?”
“Hendro sudah punya istri…”
Bola mataIca dan Tara
hampir terlempar dari sarangnya saking terkejutnya. Namun ketika hendak
mendesak Ira, mereka tidak enak hati. Kondisi Ira sangat memprihatinkan.
Tubuhnya sangat lemah dan wajahnya pucat-pasi.
“Katanya semalam-kamu mekik-mekik sendiri. Tukang sate yang kebetulan lewat mendengar ada suara orang memekik-mekik tapi tidak berani mendekat. Tadi pun pintunya sudah kami gedor-gedor puluhan kali tetapi kamu tetap tidak bangun, makanya kami siram air,” ujar
Ira langsung ingat kejadian semalam. Ia kemudian mencari Hpnya dan menemukannya di lantai, agak jauh dari tempat tidur. Rupanya semalam ia sempat melemparkan Hp itu. Dengan bulu kuduk merinding, Ira membalik Hp itu dan melihat layarnya. Aneh, gambar seram semalam sudah tidak ada. Kini di layar HP hanya ada gambar dirinya yang tengah memeluk Hendro.
“
Ira menggeleng. Namun setelah didesak, Ira akhirnya menceritakan kejadian semalam.
“Coba sekarang kamu telepon Hendro…” saran
“Aku tidak berani,” jawab Ira lemah.
“Kenapa?
“Hendro sudah punya istri…”
Bola mata
“Ya, sudah kamu istirahat saja. Ngga usah kerja
dulu. Biar nanti saya ijinkan sama supervisormu,” kata Ica .
BERSAMBUNG ... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU TELEPON (III)
Hingga malam Ica tak juga habis mengerti bagaimana Ira
bisa berhubungan dengan laki-laki yang sudah bersuami. Ketika jam istirahat,
sekitar pukul 12.10 malam Ica
pulang ke mes. Di samping mau mengambil pembalut karena tiba-tiba datang bulan,
Ica juga ingin
menengok sahabatnya. Kamar mes Ica
dan Ira memang bersebelahan. Satu kamar mes diisi dua orang, Ica
tinggal bareng Tara , sementara Ira berdua
Titis. Namun saat ini Titis tengah cuti sehingga Ira praktis tinggal sendirian.
Sebagai sesama perantau, hubungan Ica , Tara dan Ira sangat
dekat. Bagaimanapun mereka jauh dari keluarga sehingga sahabatlah yang menjadi
tempat bergantung dan berkeluh-kesah ketika ada masalah. Sebenarnya Ica tadi
mau ijin tidak masuk kerja untuk menemani Ira, yang masih shock. Namun Ira
melarangnya karena tidak ingin temannya berkorban terlalu banyak.
Mes ini mampu menampung sekitar seribu pekerja.
Namun bangunan kayu lantai II itu cukup seram karena minimnya penerangan. Mes
ini terbagi dalam beberapa bangunan yang mempunyai tipe sama. Pembedanya hanya
pada penamaan seperti Blok A, B, C dan seterusnya. Ica
sempat merinding ketika melewati mes A. Tahun kemarin di blok ini ada karyawan
perempuan yang tewas gantung diri usai diperkosa oleh lima orang yang tengah mabok. Akibat rasa
malu yang tak terkira, gadis manis itu memilih jalan pinta lewat seutas tali. Ica pernah mendengar, pada
malam-malam tertentu sering terdengar suara perempuan yang meminta tolong
diselingi tawa yang menyeramkan.
“Ada
ap…aa….” Ica
tidak jadi melanjutkan kalimatnya. Di ujung telepon genggamnya ia mendengar
suara rintihan. Tapi bukan suara Tara .
“Ngga usah meledek,” bentak Ica setelah berhasil mengatur nafas. Bulu
kuduknya berdiri.
“Hihihi…coba kamu lihat ke belakang. Saya yang
menelpon kamu,” kata suara di seberang HPnya.
Perlahan Ica menggerakkan kepalanya untuk menoleh
ke belakang. Namun ia tidak sempat benar-benar menoleh ke belakang karena
ketika kepalanya tengah berputar, jidatnya hampir menyentuh kepala perempuan
dengan wajah pucat pasi. Bahkan hidung Ica
pun bersentuhan dengan hidung perempuan itu.
“Wuaaaaaaaaaaaaah……tolooooooooooooong…!!!” jerit Ica sekuatnya.
Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU TELEPON (IV)
Dengan sisa-sisa tenaganya, Ica berusaha melawan rasa takut. Ditepisnya kepala wanita tanpa anggota badan
lainnya itu. Namun usahanya sia-sia. Semakin kuat ia menepis, semakin kuat pula
kepala itu menempel di pundaknya. Ica
kini merasa sendi lututnya copot sehingga ia tidak kuat lagi berlari.
“Tolooooong….tolooooong….” pekiknya dengan suara
tercekat.
“Tolonglah aku…. Aku sudah tidak kuat hidup
dengan kepala saja….” kepala perempuan itu bersuara. “Aku pengin bikin
nasi goreng tapi tidak bisa karena tidak punya tangan….”
“Kok pake ngintip ke kamar segala?”
“Siapa tahu ada maling atau ada yang masukin
cowok ke kamar…” jawab satpam itu dengan enteng. Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU TELEPON (V)
Sementara Tara mulai gelisah. Saat itu sudah
mendekati jam 1 malam namun Ica
belum juga kembali ke tempat kerja. Padahal sebentar lagi alarm tanda kembali
masuk kerja berbunyi. Meski tidak lagi menggunakan absensi elektronik seperti
saat masuk dan pulang kerja, namun tetap saja para karyawan tidak boleh
terlambat. Supervisor tiap-tiap bagian dipastikan sudah berdiri di depan
gerbang tempat kerja masing-masing dan siap memberikan skorsing, atau bahkan
pemotongan jam kerja, jika ada karyawan yang terlambat masuk.
Istirahat
malam cuma satu jam, dari pukul 12 hingga pukul 1. Sebenarnya tadi Tara sudah
melarang Ica
pulang ke mes. Beli pembalut di kantin saja, saran Tara .
Tapi Ica ngotot mau pulang dulu ke mes untuk mengambil pembalut sekaligus
menengok Ira. Tara
pun tidak bisa mencegahnya lagi. Dan akibatnya sekarang Ica
terlambat masuk kerja, keluh Tara .
“Ke sini sebentar,” kata Ica di ujung telepon.
“Kamu di mana?” Tara
balik bertanya. Dua kawan di belakangnya yang sama-sama mau masuk ke tempat
kerja mengomel karena Tara berhenti tepat di
depan pintu sehingga menghalangi mereka. Buru-buru Tara
bergeser untuk memberi jalan kawan-kawannya.
“Di WC, kamu ke sini sebentar….”
“Ke kamar mandi? Ngapain? Kamu ke sini saja,
sudah mau masuk nih,” tolak Tara .
“Penting banget, cepat ke sini. Aku mau minta
tolong,” rengek Ica .
Dengan perasaan kesal, Tara
setengah berlari menuju WC pabrik yang berada di dekat tumpukan barang-barang
elektronik afkiran. Sebelum dibuang ke tempat sampah, barang-barang afikaran
itu disortir lagi karena sering dijadikan tempat untuk menimbun barang curian
oleh karyawan yang nakal. Seringkali ada karyawan menyembunyikan tembaga di
balik rongsokan barang-barang elektronik tersebut.
Deretan WC umum itu sangat lengang. Tidak ada
satu orang pun di situ. Tara celingukan ke sana kemari. “Ica ….!” Teriaknya.
Lama tak ada sahutan. Tara
mengulang lagi panggilan. Tetap sunyi. Namun ketika Tara hendak berbalik ia
melihat Ica
sudah berdiri di depannya.
“Ngapain kammmmmuu….” Tara
tidak meneruskan kalimatnya. Wajah Ica begitu pucat. Perlahan Tara mendekat dan
berusaha menyentuh pundaknya. Namun sebelum tangan Tara sampai di sasaran, kepala
Ica jatuh ke
lantai. Darah menyebur dari lubang leher tanpa kepala itu.
“Wuaaaaaaoohhhhhhh….” Tara
memekik sekuatnya.
“Tolong aku, pasang lagi kepalaku….” kata Ica . Ternyata kepala itu
masih hidup!
HANTU TELEPON (VI)
Melihat Tara bimbang, Ica mulai melakukan serangan.
“Tolonglah aku, Tara…” kata kepala Ica .
“Tidak, kamu bukan Ica …”
jawab Tara dengan nada bergetar.
“Kamu tidak percaya sama aku? Benar Tara, aku nih
Ica , teman
kamu…”
“Kenapa kepalamu copot seperti itu?”
“qiqiqiqiqi……” kepala itu tertawa, riang. “Aku
senang aja… Biar tampil beda gitu!”
Tara hampir muntah mendengarnya.Ingin tampil
beda sampai mencopot kepala? Hihhh…
“Kenapa kamu masih tidak percaya sih kalau aku
nih Ica , teman
kamu…?”
“Bukan, kamu bukan Ica . Jangan mendekat…” teriak Tara ketika
melihat tubuh dan kepala Ica
mulai mendekatinya. Tara mundur beberapa
langkah. Namun kepala dan badan yang masih mengucurkan darah segar itu terus
memburunya. Semakin cepat Ica mendekat, semakin cepat juga Tara
menjauh.
“Pliss…jangan mendekat…”
“Kanapa Tara? Kamu tidak mau lagi berteman
denganku?” kali ini suara Ica
terdengar sedih dan memelas.
“Kamu bukan Ica …”
Tara mulai menangis. Perasaannya bercampur
aduk tidak karuan.
“Tega benar kamu Tara .
Coba kamu perhatikan baik-baik tubuh dan kepala saya? Persis Ica kan ?”
“Iya, tapi kamu hantu…,” jawab tangis Tara sambil menangis.
“Kapan saya mati? Saya bukan hantu. Aku
memanggilmu karena ingin memelukmu. Aku kangen sama kamu. Aku mau minta tolong
beliin bakso Mang Edi. Malam-malam begini, enaknya makan bakso kan ?”
HANTU TELEPON (VII)
"Tolong Ca, jangan ganggu aku...."
pinta Tara setengah menangis.
Tangan itu semakin keras menepuk pundak Tara . Bahkan kini mulai mengguncang-guncang tubuhnya. Tara pun memekik ketakutan.
"Sudahlah Ca, saya minta maaf kalau ada
salah sama kamu..."
"Tara ..Tara ...kamu kenapa?"
Bukan suara Ica ?
Perlahan Tara membuka matanya. Samar-samar dia melihat seorang perempuan
berpakaian security.
"Kenapa kamu mekik-mekik di sini? Pura-pura
ya? Bilang saja kalau tidak mau kerja," cerosos security itu.
"Ada
han...tu. Han...hantu Ica ," jawab Tara dengan suara gagap.
"Sudah, jangan menggigau. Cepat kembali ke
tempat kerja!" perintah security itu sambil berlalu. Tubuhnya hilang di
balik tembok pembatas. Hanya suara sepatunya yang kini terdengar semakin menjauh. Tinggallah Tara sendiri. Ia
sempat celingungkan sebentar. Heran, tubuh dan kepala berdarah itu sudah tidak
ada. Kemana perginya? Namun Tara tidak mau menduga-duga. Ia memilih kabur
meninggalkan tempat itu sebelum hantu mirip Ica itu datang lagi.
Ketika hendak mencapai tempat kerjanya, sebuah
gudang packing, Hpnya berdering. Tara
terlonjak saking kagetnya. Lebih kaget lagi ketika membaca nama pemanggilnya:
Ira!
Apalagi ini? keluh Tara .
Ia teringat cerita Ira soal gambar hantu di layar Hpnya. Ini benar-benar teror!
Tara buru-buru mematikan Hpnya dan langsung
masuk ke tempat kerja.
"Dari mana kamu? Tahu jam berapa ini?!"
sentak Pak Juim, supervisor di bagian packing.
"Maaf, ketiduran..." jawab Tara sekenanya. Kalaupun dia cerita yang sebenarnya,
siapa yang mau percaya? Nanti dikira menggigau lagi.
"Kalau sudah tidak mau kerja, bikin surat pengunduran diri!
Masih ribuan orang yang antri ingin kerja di sini..."
Mati saja lu! sentak Tara
dalam hati. Sejak awal ABG tua itu memang selalu mencari-cari kesalahan Tara . Bukannya Tara tidak tahu jika selama ini Pak Juim
berusaha mendekatinya. Biasanya Pak Juim dengan gampang bisa mendekati
karyawati di sini untuk diajak kencan. Kalau pun tidak bisa diajak sampai ke
hotel, minimal disuruh menemani dia karaoke. Ira salah satu korbannya, meski
Ira tidak pernah mengakuinya.
Namun tidak bagi Tara .
Ajakan laki-laki tua yang kegatelan itu tidak pernah ditanggapi.
Konsekuensinya, Tara tidak boleh membuat
kesalahan. Sebab jika ia sampai membuat kesalahan di tempat kerja, sekecil
apapun, maka Pak Juim dengan senang hati akan memarahinya sepanjang jam kerja.
Bahkan sampai beberapa hari ke depan kesalahan itu masih terus
disindir-sindirinya. Benar-benar menyebalkan, keluh Tara .
"Karena kamu terlambat masuk kerja, malam
ini kami kerja di bagian mesin pres!" teriak Pak Juim ketika melihat Tara berjalan menuju bagian quality control (QC) yang memang
menjadi bagian tugasnya selama ini.
Sebelum dimasukkan ke dalam peti, barang-barang itu harus melewati
bagian QC. Sementara bagian pres bertugas mengikat peti berisi barang-barang
yang sudah dipak, menggunakan tali nilon yang lumayan besar. Sebulan bekerja di
bagian ini, bisa dipastikan telapak tangan akan melepuh karena harus
mengoperasikan alat pres yang berat dan sudah berkarat. Umumnya yang kerja di
bagian itu karyawan laki-laki.
Tanpa banyak protes Tara menuju ke bagian pres.
Lebih baik tanganku kapalan daripada meladeni bandot tua, umpat Tara dalam hati. Namun begitu sampai di bagian pres,
Rinto- kepala regu bagian pres, menyuruhnya kembali ke bagian QC.
“Kamu kembali ke bagian QC saja.”
“Tidak apa-apa. Saya bosan dengar ocehan Pak
Juim,” tolak Tara .
“Pak Juim sudah pergi,” desak Rinto. Diam-diam
Rinto sebenarnya menaruh hati pada gadis dengan rambut sebahu itu. Namun ia
tidak berani mengungkapkan. Di mata Rinto, Tara
begitu cantik dengan bentuk tubuh proporsional. Bahkan Rinto kalah tinggi. Itu
juga yang menjadi penyebab mengapa dia merasa minder untuk mendekati gadis
berkulit kuning langsat itu.
“Memang kemana Pak Juim?” tanya Tara .
“Seperti tidak tahu kelakuannya saja. Dia tadi
SMS saya. Katanya mau keluar sebentar. Saya disuruh menggantikan tugasnya,”
jelas Rinto.
HANTU TELEPON (VIII)
Hati Pak Juim tengah riang gembira. Pertama, dia
berhasil memarahi Tara . Cewek sok itu harus
tahu kalau nasibnya ada di tanganku, kata Pak Juim dalam hati. Namun yang lebih
mengembirakan lagi, telepon dari Ira. Tadi Ira menyuruhnya datang ke mes. Pucuk
dicinta kencanpun tiba! Sambil berdendang lagu Iwak Peyek yang musiknya
dijiplak Trio Macan dari lagu klub sepakbola West Ham United Inggris dan
Galatasaray Turki, laki-laki yang sudah berumur 50-an tahun itu bergegas menuju
ke mes putri. Sebenarnya, laki-laki dilarang masuk ke mes A dan B, mes khusus
putri. Tapi Pak Juim sudah mengenal semua satpam di sana dan tahu bagaimana caranya agar bisa
masuk. Dua bungkus rokok sudah cukup untuk satpam-satpamitu agar mau membukakan
pintu gerbang mes putri.
Telepon genggam Pak Juim kembali berdering ketika
ia tiba di mes A. Pak Juim tersenyum. Dulu pura-pura menolak sekarang gantian
ngejar-ngejar. Padahal baru dua kali mereka berkencan. Dasar perempuan, kata
Pak Juim dalam hati. Kini ia bertambah riang. Senyumnya semakin lebar ketika ia
memencet tombol ‘yes’ di Hpnya.
“Halo sayang….Abang sudah dekat mes kamu. Sabar
dikit ya?” katanya.
Tidak ada jawaban dari ujung telepon.
“Waduh, kok tidak dijawab? Jangan marah dong
sayang…Abang tadi sibuk. Banyak karyawan yang bandel, suka curi-curi jam
kerja….”
Belum juga ada sahutan. Suasana di ujung telepon
begitu sepi. Tidak ada suara sama sekali. Pak Juim memeriksa sinyal Hpnya;
penuh.
“Halo…halo….!”
Pak Juim memutuskan hubungan. Namun belum sempat
ia menghubungi nomor Hp Ira, Hpnya kembali berdering.
“Halo sayang, kenapa tidak ada suaranya?”
Layar Hp Pak Juim mulai berkedip-kedip. Tidak
lama kemudian muncul foto Ira yang cantik sambil tersenyum. Namun perlahan
wajah Ira berubah. Pertama hidungnya patah ke bawah, seperti patah. Darah
mengucur deras dari lubang hidungnya. Setelah itu dahinya terbelah. Ribuan ulat
bercampur nanah keluar dari lubang dahinya. Terakhir kedua bola mata Ira copot,
meninggalkan lubang kelam seperti tanpa dasar.
Pak Juim terkejut melihat perubahan wajah Ira.
Namun ia berpikir itu hanya lelucon. “Ayo sayang, jangan nakut-nakutin begitu.
Abang tidak mungkin takut,” kata Pak Juim.
“Hihihihi…sekarang kamu lihat aslinya,” jawab
hantu mirip Ira itu. Ketika berbicara, mulutnya mengeluarkan cacing yang sangat
banyak sehingga suaranya tidak jelas.
“Ma..na..na…” Pak Juim mulai tergagap. Gambar di
layar Hpnya kini sudah tidak lagi mirip Ira lagi.
“Lihat di belakangmu…!”
Perlahan Pak Juim memutar kepalanya. Di
belakangnya berdiri sosok yang tidak asing lagi: Ira. Pak Juim sudah hampir
mendekat ketika mendadak wajah Ira berubah seperti pada layar Hp tadi. Bahkan
kini anggota tubuhnya mulai lepas satu persatu. Dimulai dari kepalanya,
kemudian kedua tangannya dan diakhiri dengan kedua kakinya. Masing-masing
anggota tubuhnya kini bergerak sendiri-sendiri. BERSAMBUNG... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU TELEPON (IX)
Pak Juim mundur beberapa langkah. Nyalinya mulai
menciut. Selama ini dia tidak percaya ada hantu. Ketika ada yang cerita soal
hantu, Pak Juim selalu menganggapnya sebagai lelucon yang tidak lucu. Tidak ada
orang yang sudah mati lantas hidup lagi hanya untuk menakut-nakuti, bantah Pak
Juim setiap kali berdebat soal hantu dengan teman-temannya.
Namun sekarang Pak Juim berhadapan sendiri dengan
sosok yang sangat menyeramkan. Tubuh Pak Juim pun menggigil. Kakinya terasa
lemas.
“Ha..ha..han…tuuu! Ada han…tu!,” teriaknya. Namun teriakan itu
hilang ditelan lorong-lorong mes yang lengang.
Dalam satu gerakan kilat, anggota tubuh hantu itu
kembali menempel di tempatnya. Tidak ada bekas yang tertinggal kecuali darah
yang masih menetes dari lehernya; membasahi baju putih yang dikenakan hantu
itu.
“Tolong..tolong, jangan ganggu saya,” ujar Pak
Juim memelas.
“Kamu harus diberi hukuman atas kelakuanmu selama
ini,” sentak hantu telepon itu. Kali ini suaranya jelas dan tegas meski
mulutnya masih mengeluarkan cacing.
“Apa salah saya?”
Hantu itu tertawa. “Qiqiqiqi… Kamu masih juga
berani bertanya salah apa! Berapa perempuan yang sudah kamu tipu dengan rayuan
kadalmu? Kamu gunakan kuasa dan uangmu untuk
menodai perempuan-perempuan itu!”
“Tapi…tapi mereka mau…”
Plak! Tamparan yang sangat keras di pipinya
memaksa Pak Juim untuk tidak meneruskan bicaranya.
“Mereka tidak mungkin mau kalau tidak kamu
iming-imingi duit. Sebagian dari mereka juga terpaksa mau kamu ajak kencan
karena tidak ingin kehilangan pekerjaan!”
Pak Juim tidak bisa menjawab lagi sebab apa yang
dikatakan hantu telepon itu benar semuanya. Ia mulai berpikir untuk kabur.
Namun persendian kakinya terasa lepas sehingga tidak mungkin diajak berlari.
“Sekarang lepas pakaianmu!” perintah hantu itu.
“Lepas? Untuk aaa..pa?”
Plak! Kembali tamparan yang sangat keras mendarat
di pipinya. Tamparan itu bahkan lebih keras dari tamparan yang pertama.
“Kalau saya perintah, jangan banyak tanya.
Lakukan saja atau kamu akan saya bunuh secara perlahan?!” gertak hantu itu.
Terpaksa Pak Juim menuruti perintah hantu telepon
dan mulai mencopot bajunya.
“Celananya..!” perintah hantu itu ketika melihat
Pak Juim hanya membuka bajunya. “Jangan sisakan sehelai kainpun di tubuhmu!”
Telanjang bulat di tengah malam yang dingin tentu
bukan pilihan terbaik. Namun Pak Juim tidak punya pilihan lain. Perlahan dia
mulai melepas seluruh pakaian yang melekat di badannya. Udara dingin langsung
menerobos ke tulang sumsumnya. Meski Pak Juim yakin tidak ada orang yang
melihat dirinya telanjang seperti ini, namun tetap saja ada perasaan malu.
Hanya saja perasaan malu itu kalah oleh rasa takut pada hantu di depannya.
“Mau kamu apakah saya?” tanya Pak Juim dengan
suara menggigil.
“Qiqiqiqi….” hantu telepon tertawa. Suaranya
renyah. Namun lama-kelamaan tawa itu berubah menjadi lenguhan seperti perempuan
sedang bercinta. BERSAMBUNG... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU TELEPON (X)
Esoknya kawasan pabrik itu gempar. Mayat Pak Juim
ditemukan dalam keadaan telanjang di parit depan mes A. Sementara Ica ditemukan sekarat di kolong mes B. Setelah mendapat
perawatan intensif, kondisi Ica
berangsur pulih. Hanya saja sesekali dia terus menggigau soal hantu telepon
yang mengejar-ngejarnya. Kondisi Ica baru benar-benar pulih setelah diobati
oleh seorang paranormal yang didatangkan dari luar kawasan pabrik.
“Sebenarnya gambar perempuan di Hp-ku waktu itu
mirip Titis,” kata Ira setelah selesai Tara bercerita soal hantu telepon mirip Ica . Saat itu mereka
berkumpul di resto di tengah kota .
Jaraknya lumayan jauh dari kawasan pabrik. Mereka sepakat bolos kerja untuk
membahas soal hantu telepon itu di luar kawasan pabrik. Mereka takut jika
membicarakan soal itu di dalam kawasan pabrik, hantu telepon itu akan mendengar
dan akan kembali mengganggu.
“Kok mirip aku sih?” tanya Titis. Tentu saja ia
terkejut karena disangkut-pautkan dengan cerita hantu. Ia memang tidak tahu apa-apa karena baru pulang
dari kampung dan hanya mendengar cerita sepotong-sepotong soal hantu telepon
itu.
“Ngga tahu mengapa hantu itu mirip sama
kita-kita. Hantu yang ada di teleponku juga awalnya berasal dari panggilan Tara …”
“Malam itu aku tidak menelponmu,” potong Tara . Ia sudah tiga kali mendengar cerita Ica dan itu membuatnya
tidak nyaman. Ada kesan Ica menyalahkan dirinya.
“Sudah jangan berdebat lagi. Sekarang kita harus
mencari tahu mengapa hantu itu mengganggu kita melalui telepon?” ujar Ira
menengahi.
“Kata Rinto, malam itu Pak Juim mendapat telepon
dari kamu sehingga dia datang ke mes putri untuk menemuimu,” serang Tara karena
dia merasa Ira selalu membela Ica .
“Saya sudah dengar! Jadi kenapa kamu bahas lagi?”
balas Ira. Setiap kali disinggung soal itu, Ira pasti marah sebab orang satu
pabrik kini jadi tahu jika selama ini diam-diam dia menjalin hubungan asmara dengan Pak Juim.
Padahal mereka juga tahu kalau Ira masih menjalin hubungan dengan Hendro.
“Kalau begitu sekarang kita sepakati dulu kalau
hantu itu sengaja meneror kita semua. Jangan hanya menyalahkan saya saja…”
“Siapa yang menyalahkan kamu?” potong Ira.
“Sudah..sudah. Kalau mau pada ribut, mendingan
aku pulang saja,” kata Titis.
Ke empat perempuan muda itu terdiam. Cukup lama mereka
asyik dengan minuman masing-masing tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Saya mau berhenti kerja saja,” kata Ica akhirnya. Suaranya
lirih seolah ditujukan kepada dirinya sendiri.
“Jangan bodoh,” sahut Ira. “Jaman sekarang sulit
cari kerjaan. Memang kamu mau cari kerja kemana lagi?”
“Saya mau pulang kampung. Saya tidak tahan tiap
malam ketakutan…”
“Justru sekarang saatnya kita hadapi hantu
telepon itu dan kita cari tahu alasannya mengapa dia meneror kita…”
“Mungkin karena kelakuan kita yang nggak benar
sehingga dia menghukum kita,” kata Tara .
“Ala …jangan
berandai-andai. Omonganmu itu sepertinya hanya ditujukan padaku!” sahut Ira
kembali sewot. “Asal kamu tahu saja ya, dari ribuan karyawan di pabrik itu,
lebih dari setengahnya punya kelakuan lebih gila dari kita. Tetapi mengapa
hanya kita yang diteror?”
“Mungkin besok giliran mereka,” kata Titis ragu.
Meski demikian, kalimat itu cukup untuk memaksa ketiga temannya diam.
Sampai sore, mereka tidak lagi berdebat soal
hantu telepon itu. Namun ketika hendak pulang ke mes, mereka sepakat untuk
tidak menerima telepon pada malam hari meski siapapun yang menelpon.
“Jadi kalau tengah malam ada telepon dari
siapapun, termasuk dari kita, jangan diangkat,” tegas Tara .
Sebenarnya kalimat penegasan itu ditujukan kepada Ira karena dia yang
marah-marah ketika malam itu menelpon Tara
namun tidak diangkat. Meski tahu disindir, Ira pura-pura tidak mendengar. Ia
takut Tara kembali mengungkit hubungannya
dengan almarhum Pak Juim. BERSAMBUNG... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
HANTU
TELEPON (XI)
Setelah kematian Pak Juim dan ditemukannya Ica di
kolong mes, kabar adanya hantu yang melakukan teror melalui telepon menyebar ke
seantero pabrik. Bahkan orang-orang di luar kawasan pabrik pun sudah mendengar
sehingga ketakutan menjalar kemana-mana. Kini banyak yang tidak berani
mengangkat panggilan telepon malam-malam. Kalau pun terpaksa hendak diangkat
karena telepon dari keluarga atau teman dekatnya, maka mereka minta ditemani oleh
orang lain seperti yang dilakukan Aminah.
Malam itu, usai berjualan minuman dan makanan
kecil di depan pintu masuk pabrik, Aminah bermaksud pulang ke rumah
kontrakannya dengan berjalan kaki. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatnya
berjualan. Namun karena sudah hampir jam 01.00 pagi, jalannya cukup lengang.
Hanya sesekali saja lewat kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi. Warung
jamu Pak Sastro di ujung jalan juga terlihat sepi. Mungkin karena tanggung
bulan sehingga jarang orang yang keluar malam.
Baru saja berjalan sekitar 50 meter, telepon
genggamnya yang dipegang di tangan kiri bergetar. Aminah sengaja menggunakan
modus silent sehingga tidak ada nada dering. Sinar dari Hpnya berkedip-kedip
menandakan ada panggilan masuk. Aminah melihat layar Hp dan melihat nama
suaminya tertera di situ. Aminah mengernyitkan kening. Bulu kuduknya berdiri.
Reflek tangan kanannya mengelus perutnya yang berisi janin berusia tiga bulan.
Tidak biasanya Mas Har, suaminya, telepon
malam-malam begini, pikir Aminah. Suaminya baru berangkat kemarin bekerja di
luar daerah. Sebagai orang proyek, kerja Mas Har seringkali berpindah-pindah. Mereka
berkenalan ketika Mas Har bekerja membangun perluasan pabrik ini, setahun lalu.
Enam bulan pacara, mereka lantas
menikah. Namun baru beberapa hari bermulan madu, Mas Har mendapat panggilan
kerja ke luar daerah. Kebetulan saat itu pekerjaan membangun pabrik ini sudah
selesai. Mas Har pun pulang sebulan sekali. Itu sebabnya Aminah agak terlambat
hamil.
Aminah mempercepat langkahnya. Ia tidak berani
mengangkat panggilan telepon itu. Ia semakin yakin itu panggilan dari hantu
telepon, bukan Mas Har. Sebab jika telepon biasa akan mati dalam tujuh getaran.
Ini sudah hampir lima menit, panggilan teleponnya tidak juga berhenti!
“Pak Sastro, numpang duduk sebentar ya?” kata
Aminah begitu sampai di kios jamu laki-laki asal Surabaya itu.
“Silahkan, duduk saja selama kamu mau,” sahut Pak
Sastro tanpa melepas tatapannya pada layar televisi. Meski membelakangi Aminah,
namun Pak Sastro sudah hafal dengan suara perempuan muda yang sedang
mekar-mekarnya itu. Meski sudah berusia di atas 50 tahun, namun gairah Pak
Sastro masih meledak-ledak setiap kali melihat perempuan muda seperti Aminah.
Maklum, ia hidup sendirian setelah ditinggal mati istrinya sejak lima tahun
lalu.
“Saya mau numpang menerima telepon dari suami
saya,” kata Aminah lagi. Suaranya sangat pelan sehingga Pak Sastro tidak
mendengarnya.
Ragu-ragu Aminah melihat layar Hpnya yang masih
berkedip-kedip. Tidak ada gambar siapapun di layar Hp itu. Perlahan Aminah
menekan tombol ‘yes’ dan menempelkan Hpnya di telinga.
“Halo...” kata Aminah. Suaranya bergetar.
“Halo.. Kenapa lama sekali tidak kamu angkat?”
terdengar suara Mas Har sedikit emosi.
“Eh, maaf, ini Mas Har ya?” sahut Aminah cepat.
Ada kelegaan pada suaranya.
“Lho..memang namaku di Hp sudah kamu hapus?”
“Bukan begitu. Tadi masih ramai pembeli jadi aku
langsung angkat telepon tanpa melihat siapa yang memanggil,” sergah Aminah
cepat.
“Jangan bohong kamu...!”
Glek! Aminah terkejut karena suara Mas tiba-tiba
berubah. Dia sudah siap andai suaminya marah. Tetapi suara ini bukan suara Mas
Har yang sedang marah, melainkan suara...Pak Sastro!
BERSAMBUNG... Sumber-Majalah Misteri-Yon Bayu
kapan dilanjutkan?
BalasHapusterusannya dimana gan gua udah gak sabar
BalasHapusora percoyo..
BalasHapusNgeri bgt ceritanya, mungkin malah bakal kebawa mimpi
BalasHapuspeeeeert kebawa mimpi lebayyyy
Hapuspeeeeert kebawa mimpi lebayyyy
HapusMau Yang benar-benar bikin kamu merinding ketakutan tapi penasaran ingin baca? kunjungi link ini Cerita Horor
BalasHapusAsyiik
BalasHapusseneng ma cerita ny tapi putus di ahir waaallah
BalasHapuskapan di lanjutkan gk sabar lagi ni??
BalasHapusbesok aj tanggl 18-3-2017
plisssa besok
Ini mah bukan misteri , ini mah horor
BalasHapusKapan di lanjut ni gan
BalasHapusLanjutan nya kapan gan ane gk sabar
BalasHapusjangan lama2 y bwt klanjutan crtanya !
BalasHapusNanggung
BalasHapushttp://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-7-alasan-masuk-akal-merasa.html
BalasHapushttp://updatetaipanbiru.blogspot.com/2018/08/taipanqq-bukan-cuma-wanita-pria-bisa.html
http://taipanpelangi.blogspot.com/2018/08/taipanqq-puting-payudara-nyeri-ini-5.html
http://taipanpelangi.blogspot.com/2018/08/pemenang-pada-tanggal-26082018-mari.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong